Kamis, 15 Mei 2008

MANDAN DEN

BELAJARLAH DARI ABDUS SALAM

Firdaus M

Dalam dunia sain, tak ada seorang saintis pun terutama para fisikawan yang tak kenal dengan Abdus Salam. Beliau adalah seorang fisikawan terkenal dunia yang berasal dari Negara Islam Pakistan. Lahir dinegara Islam Pakistan pada 29 Januari 1926 dan menjalani pendidikan dasar hingga menengah di negaranya yang pada saat itu dijajah Inggeris. Professor Abdus Salam menyelesaikan pendidikan tingginya (Master dan Doktor dinegera Inggeris. Gelar Doktor dalam bidang Fisika teori beliau peroleh dalam usia 26 tahun dari Cambridge University, Inggeris. Dengan berbagai prestasi besar dalam bidang keilmuan dan beberapa gelar Doctor of Science Honoris Causa dari berbagai Negara atas jasanya dalam dunia ilmu pengetahuan., Abdus Salam berhasil memperoleh Nobel dalam bidang Fisika Teori. Sebagai muslim pertama yang behasil mendapatkan hadiah Nobel, penghargaan tersebut tidak saja mengangkat kembali citra para ilmuan islam, tetapi juga memacu semangat para ilmuan dari Negara yang sedang berkembang, karena Abdus Salam telah mencotohkan meskipun beliau dilahirkan dan mengikuti jenjang pendidikan hingga tamat SMA dinegara kelahirannya Pakistan, yang masih tergolong miskin, toh usaha dan kemampuannya diakui dunia.

Dengan berbagai prestasi dan reputasi dalam bidang ilmu Fisika di dunia, Abdus Salam kembali ketanah kelahirannya dan diangkat sebagai Profesor Fisika di Lahore University dalam usia yang masih sangat muda. Namun apa yang terjadi, selama 3 tahun mengabdi di Lahore, salam kehilangan kontak dengan rekan rekannya sesama ilmuan. Dari seorang yang begitu terkenal didunia dalam bidangnya, Salam merasa begitu terasing. Penelitian dan karya keilmuannyapun menjadi kurang produktif. Sebagaimana halnya dengan para ilmuan dari negara negara sedang berkembang temasuk Indonesia, persoalan yang dihadapi kelihatannya sama. Kurangnya fasilitas penelitian, minimnya dana dan kesejahteraan peneliti serta kurangnya perhatian pemerintah, membuat atmosfir dunia penelitian dinegara sedang berkembang termasuk Indonesia amat menyedihkan. Mereka yang mendapat pendidikan luar negeripun, jika kembali kenegara asalnya akan menghadapi banyak ksulitan dan ketidaksesuaian untuk terus berkembang dan berkarya. Banyak negara sedang berkembang yang menganggap bahwa memrpduksi sumber daya manusia yang berkualitas belum dianggap sebagai produksi yang dapat menghasilkan uang sepertihalnya industri, BUMN-BUMN dan usaha lain. Akibatnya mudah ditebak, gaji seorang Guru Besar dan peneliti berprestasi sekalipun dan dengan masa kerja diatas 25 tahun, kadang masih lebih kecil dari gaji seorang tamatan S-1 yang baru mulai merintis kerja di BUMN.

Bayangkan jika gaji seoang Guru Besar bergelar Doktor dengan masa kerja 20 tahun hanya sebesar 2,5 juta rupiah, dibandingkan dengan lulusan S-1 yang baru masuk kerja di BUMN yang kadang gajinya mencapai 3 juta perbulan. Sebagai perbandingan gaji seorang Guru Besar baru di Malaysia lebih kurang Rp. 30 juta perbulannya jauh diatas gaji seorang tamatan S-1 yang baru masuk kerja. Begitulah Malaysia menghargai para penelitinya.

Abdus Salam merasa layaknya seorang yang terisolasi dan terasing dari masyarakat ilmiahnya, ibarat sebuah kematian secara perlahan dan dikubur hidup-hidup dari gegap gempitanya kemajuan penelitian dinegara maju. Akhirnya ia putuskan untuk kembali ke Inggeris dan menjadi Guru Besar dalam bidang Fisika Teori selama 30 tahun di Imperial College of London. Hal yang samapun banyak terjadi di Indonesia, peneliti-peneliti unggulan tamatan luar negeri akhirnya mencari kepuasan dan kehidupan keilmuan mereka dinegara-negara maju. Meskipun berada dinegeri orang, Abdus Salam tetap membina kontak-kontak pribadi dengan rekannya ditanah kelahirannya Pakistan. Dan tetap bertekat untuk menyediakan sarana bagi ilmuan berbakat dari negara kurang berkembang, agar mereka tidak mati secara intelektual karena keterasingan dari berbagai sumber informasi ilmiah.

.

Atas usaha Salam, International Center for Theoritical Physics (ICTP) didirikan di Trieste, Italia yang didanai oleh Pemeritah Italia, PBB dan SIDA. Banyak fisikawan dari negara-negara terkebelakang dan sedang berkembang diundangnya untuk datang ke ICTP untuk memperdalam bidang Sain dan Teknologi. Indonesia sebagai negara besar, meskipun terlambat, sejogyanya sudah harus memberi perhatian lebih atau paling tidak sama dalam hal kesejahteraan dengan mereka-mereka yang bekerja dalam industri yang menghasilkan uang secara langsung. Tanpa perhatian, penyedian fasilitas penelitian dan kesejahteraan yang memadai, maka Pendidikan dan kemajuan Indonesia dalam bidang penelitian akan tertinggal dan semakin tertinggal.

Abdus Salam meninggal dunia pada 20 November 1996 di Oxford Inggeris, setelah menderita stroke 3 tahun terakhir, jauh dari tanah kelahiran yang sangat dicintainya Pakistan. Kematiannya tidak saja membuat duka rakyat Pakistan, tetapi juga dunia Islam merasa kehilangan Ilmuan dengan reputasi internasional yang tidak diragukan lagi.

Tidak ada komentar: